Bima Pemasok Beras Nusantara Sejak Abad XVII

Kota Bima, 6 Juli 2025 – Fakta sejarah menarik kembali diungkap dalam Diskusi Virtual bertema sejarah perdagangan Bima abad XVII yang digelar oleh Sigarda Indonesia Wilayah NTB bekerja sama dengan Museum Samparaja dan Mbojoklopedia. Diskusi ini menghadirkan peneliti sejarah lokal Ihsan Iskandar yang memaparkan peran strategis Kesultanan Bima dalam perdagangan Nusantara awal abad ke-17.

Diskusi Virtual yang juga disupport oleh Mbojoindide dan Aksantara ini mengangkat materi bertajuk Kesultanan Bima, Jejak Awal dan Peran Strategis di Abad XVII Masehi, Ihsan mengungkap bahwa sejak awal 1600-an, Bima telah menjadi daerah pemasok beras penting untuk Maluku dan Jawa. Bahkan ketika Bima berada di bawah kekuasaan Gowa, empat kapal besar dari Gowa tercatat langsung memuat beras dari Bima dalam satu kali pengangkutan.

“Ketika semua pasokan beras di Maluku, Ternate, dan Banda dimonopoli Portugis dan Spanyol, VOC mencari alternatif. Bima saat itu menjadi harapan baru untuk memenuhi kebutuhan logistik di wilayah penghasil rempah,” ungkap Ihsan.

Situasi makin strategis ketika pada Agustus 1618, gudang-gudang beras VOC di Jepara dibakar oleh pasukan Mataram. Sebagai respons, Jan Pieterszoon Coen mengirim para pedagang untuk membangun kantor dagang VOC di Bima guna menjamin pasokan beras alternatif. Sejak itu, VOC tidak lagi bergantung pada beras dari Mataram hingga pertengahan abad XVII.

Bahkan menurut Ihsan, pada masa sulit akibat perang dan wabah, Mataram justru bergantung pada pasokan beras dari Bima.

Selain beras, komoditas lain dari Bima yang mencuri perhatian dunia adalah kayu sapan. Kayu ini menjadi salah satu primadona pasar Asia dan Eropa, bersaing ketat dengan kayu sapan dari Kerajaan Siam.

“Meski kualitas sapan dari Siam lebih baik, harga sapan Bima jauh lebih kompetitif. Inilah yang membuatnya tetap dicari di pasar internasional,” jelasnya.

Dalam satu pengiriman, Sultan Bima bahkan pernah menebang hingga 1.500 pohon sapan untuk memenuhi permintaan pasar global kala itu.

Temuan ini menegaskan kembali bahwa Bima bukan hanya pusat budaya dan kekuasaan di masa lampau, tetapi juga pemain penting dalam rantai ekonomi dan perdagangan global sejak berabad-abad silam..(syiva)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *