Bangkitkan Ekonomi Bima dari Kekuatan Sendiri

Kabupaten Bima, 06 Juli 2025, Media Baru NTB — menyimpan kekayaan alam yang melimpah—dari jagung, bawang merah, hasil laut, hingga garam. Namun sayangnya, kekayaan ini belum sepenuhnya menjadi kekuatan ekonomi masyarakat. Pola produksi primer masih mendominasi: menjual hasil mentah dengan harga murah dan membeli produk olahan dari luar dengan harga mahal. Pola ini hanya memperpanjang rantai ketergantungan dan kemiskinan struktural.

Anggota DPRD Provinsi NTB Dapil VI, Abdul Rauf, ST, MM, menegaskan bahwa inilah saat yang tepat untuk membangun ekonomi lokal berbasis potensi sendiri.

> “Kita tidak perlu menunggu investor besar atau program nasional. Kekuatan kita sudah ada di tangan sendiri—di sawah, di laut, di pekarangan, dan di semangat masyarakat Bima yang ulet dan tangguh,” ungkapnya.

Menurutnya, pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tambah harus menjadi prioritas. Jagung, misalnya, tak cukup hanya dijual sebagai pipilan. Perlu dukungan untuk lahirnya UMKM yang mengolah jagung menjadi pakan ternak, tepung, camilan, atau bahkan bahan energi alternatif.

Bawang merah juga demikian. Selain mengatur tata niaga dan mengendalikan impor, perlu dibangun sentra pengeringan dan pengolahan bawang goreng lokal. “Dengan begitu, petani punya pilihan untuk menjual hasilnya dalam bentuk olahan saat harga anjlok,” tambah Rauf.

Di sektor kelautan, potensi hasil tangkap dan budidaya masih jauh dari maksimal. Pengadaan cold storage, pusat pengolahan ikan, dan kemasan higienis dinilai mendesak agar produk laut Bima bisa bersaing hingga ke pasar ekspor. Produk seperti rumput laut, udang kering, ikan asin, dan keripik laut bisa menjadi ikon unggulan.

Tak kalah strategis adalah potensi garam rakyat. Daerah seperti Talabiu, Penapali, Santolo, Sondosia, Daru, Sape, dan Wera memiliki lahan produksi yang luas. Namun, tanpa pengolahan lanjutan, garam Bima hanya menjadi komoditas musiman. Rauf mendorong pembangunan pabrik pengolahan garam berbasis koperasi rakyat.

> “Garam kita bisa masuk industri—baik untuk kebutuhan farmasi, spa, maupun kosmetik. Tinggal dikelola oleh SDM yang punya keterampilan dan manajemen yang teruji,” tegasnya.

Selain itu, potensi lokal seperti madu hutan, kelor, kemiri, dan hasil pertanian herbal juga bisa dikembangkan lewat teknologi sederhana dan pemasaran digital.

Rauf menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, OPD teknis, akademisi, dan pelaku usaha dalam membangun model ekonomi mandiri.

> “Ini bukan mimpi besar. Ini pembangunan yang realistis, murah, dan berdampak luas. Yang kita butuhkan hanya visi, kemauan kolektif, dan keberpihakan,” tutupnya. (Syiva)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *