Sejarah Kristen di Bima

Kota Bima -Sejarah masuknya agama kristen di Bima tak lepas dari misi kristenisasi yang dibawa oleh orang-orang Portugis dan Belanda di Nusantara. Bahkan kristenisasi di Bima saling bersaingan dengan proses islamisasi Bima yang dilakukan oleh Giri dan Gowa. Bukti awal proses kristenisasi di Bima masih bisa kita lihat di Mulut Teluk Bima yaitu Benteng Asakota atau Kuta Soma.

Masa Pendudukan Portugis

Dikutip dari buku Het Oud Portugeesche Fort op Poeloe Ende (1923), bahwa pada tahun 1561 hingga 1575, sebanyak 27 misi kristenisasi Ordo Dominikan didirikan di timur Pulau Jawa antara lain di Bima, Makassar, dan belasan kampung di NTT. Dalam menjalankan misinya, para misionaris Ordo Dominikan membangun benteng-benteng kayu untuk melindungi gereja dari serangan musuh. Namun baru beberapa tahun berdiri, kapal-kapal muslim yang berlayar dari Jawa ke Ternate sering menyerang benteng yang dibangun para misionaris. Oleh sebab itu, seorang arsitek Portugis dikirim ke gereja-gereja untuk dibuatkan benteng batu seperti yang kita lihat saat ini di Benteng Asakota Bima

Di Bima sendiri benteng batu untuk melindungi gereja di bangun antara tahun 1570 hingga 1575 bersamaan dengan Benteng Ende, Sumba dan Sawu. Hingga akhir abad 16 masehi, sejumlah misionaris Ordo Dominikan tercatat masih mengunjungi ummatnya melalui gereja di dalam Benteng Asakota. Namun berdasarkan laporan Hagen tahun 1605, Benteng Portugis yang ada di mulut Teluk Bima sudah tak digunakan lagi.

Masa Pendudukan VOC

Upaya kristenisasi kedua terjadi pada tahun 1618 oleh Father Ferreira  asal Portugis. Father Ferreire mendengar kabar bahwa ada penguasa wilayah vassal Bima (Sape) yang telah masuk islam dan mengirim surat pada Raja Makassar. Vassal Bima itu meminta agar Raja Makassar datang ke Bima untuk menghancurkan Raja Bima. Saat Father Ferreira tiba di Bima, ternyata disana sudah ada utusan Raja Makassar dan utusan Panembahan Giri yang datang meminta Raja Bima masuk islam. Raja Bima Manuru Salisi atau Mantau Asi Peka menolak tawaran agama Katolik dari Father Ferreira dan tawaran agama Islam dari utusan Panembahan Giri dan utusan Raja Makassar.

Tahun 1670 upaya menempatkan seorang misionaris muda Katolik juga pernah dilakukan di Bima. Namun para Jessuit di Banten menganggap misionaris muda ini belum mengetahui banyak tentang misi. Abad 18 tidak ada catatan tentang misi kristenisasi di Bima.

Masa Pendudukan Belanda

Pada masa pendudukan Belanda yang dimulai abad 19 masehi, para misionaris mulai menaruh perhatian untuk menjalankan misi di Bima. Daerah yang menjadi perhatian utama para misionaris saat itu adalah Donggo. Namun pada awal abad 20, para misionaris Katolik melihat peluang keberhasilan misi Katolik lebih besar ada dibagian lain wilayah Bima, yaitu di Manggarai. Maka pada tahun 1910 hingga tahun 1925, ratusan ribu warga Manggarai yang saat itu dalam kekuasaan Kesultanan Bima, memeluk agama Katolik. Setelah keberhasilan itu, Belanda meminta Sultan Bima untuk melepas Manggarai dengan kompensasi, Sanggar, Dompu dan sejumlah uang sebagai pengganti.

Masa Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang misi kristenisasi tidak diperbolehkan lagi oleh Sultan Bima. Pada tahun 1943, muncul sentimen keagamaan di Bima terhadap orang-orang kristen dan Tionghoa. Sebuah gereja yang ada di Raba diperintahkan untuk diubah menjadi Kantor Polisi Jepang oleh Sultan Bima. Perubahan gereja menjadi Kantor Polisi itu ditentang oleh ummat kristen di Bima yang langsung mengadakan pertemuan untuk membahasnya. Pertemuan rahasia itu bocor dan digerebek Polisi Jepang atas perintah sultan Bima. Delapan orang yang dianggap sebagai tokoh kristen dieksekusi mati dengan tuduhan melakukan konspirasi Pro Belanda untuk melawan Jepang.

Sentimen anti kristen ini juga berdampak pada perusahaan Swedia yang mengelola perkebunan kopi di Tambora. Sultan Bima melarang masyarakat Bima untuk bekerja lagi di perusahaan kopi Swedia tersebut. Bahkan Sultan Bima memerintahkan operasi penangkapan terhadap manajer perkebunan kopi yang bernama Gosta Bjorklund namun gagal. Gosta Bjorklund berhasil melarikan diri ke Sumbawa dan mendapat perlindungan Sultan Sumbawa sahabatnya. (san).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *